Pernah satu kali, di tengah-tengah liburanku ke Bali bersama sebuah brand otomotif, seorang teman bikin hestek super-ngeselin di path: #JiwoTerlantar. Aku marah lah, jelas. Ngana pikir, sini jalan-jalan trus berarti nelantarin anak, gitu? Hari itu juga aku damprat dengan sangat sopan di path. Set public. Lho iya, dia nyinyir di path, aing bales di path juga. Bhahahaha
Dear Rio, keep reading this and you will find a thank you from my deepest heart.
Tapi kemudian waktu berjalan dan nyinyiran macam itu gak datang satu kali. Bukan dari orang yang sama, susulan-susulan ini datang silih berganti dari banyak mulut. Kenal gak kenal. Setiap aku traveling ke luar kota atau luar negeri, liburan, foya-foya sendirian, PASTI ada selentingan gak enak yang bilang kalau aku menelantarkan anak dan semacamnya.
Lama-lama aku jadi terbiasa dan malah menerima. Kadang kalau lagi jalan-jalan dan gak ada yang nyinyir, aku jadi nyari-nyari. Kok tumben sepi? Aing kangen ribut sama orang. Muahahahaha. Serius, selentingan negatif yang selalu datang setiap aku pergi tanpa Jiwo, pelan-pelan bikin aku sadar kalau ya enggak semua orang bisa ngerti hidup kita. Enggak satu dunia akan paham apa yang kita jalani dan kita kerjakan. Posisi tai lalat tiap manusia aja beda, apalagi isi kepala.
Suamiku adalah bojo paling pengertian di dunia. Dia tau, dengan berpergian, aku jadi ibu yang jauh lebih bahagia. Lah 24 jam/7 hari aku ngumplek di rumah, ngurus Jiwo, ngurus rumah, ikut cari duit, harus ada ‘vitamin’ tambahan supaya aku tetap waras. Supaya kebahagiaanku tetap pada porosnya. Dengan berpergian tanpa anak dan suami, nyatanya bikin aku lebih hepi nyuci baju. Enggak merengut liat setrikaan se-Everest banyaknya. Enggak gampang mengeluh dengan pekerjaan rumah tangga yang bikin capeknya amit-amit.
Dear Rio, keep reading this and you will find a thank you from my deepest heart.
Tapi kemudian waktu berjalan dan nyinyiran macam itu gak datang satu kali. Bukan dari orang yang sama, susulan-susulan ini datang silih berganti dari banyak mulut. Kenal gak kenal. Setiap aku traveling ke luar kota atau luar negeri, liburan, foya-foya sendirian, PASTI ada selentingan gak enak yang bilang kalau aku menelantarkan anak dan semacamnya.
Lama-lama aku jadi terbiasa dan malah menerima. Kadang kalau lagi jalan-jalan dan gak ada yang nyinyir, aku jadi nyari-nyari. Kok tumben sepi? Aing kangen ribut sama orang. Muahahahaha. Serius, selentingan negatif yang selalu datang setiap aku pergi tanpa Jiwo, pelan-pelan bikin aku sadar kalau ya enggak semua orang bisa ngerti hidup kita. Enggak satu dunia akan paham apa yang kita jalani dan kita kerjakan. Posisi tai lalat tiap manusia aja beda, apalagi isi kepala.
Suamiku adalah bojo paling pengertian di dunia. Dia tau, dengan berpergian, aku jadi ibu yang jauh lebih bahagia. Lah 24 jam/7 hari aku ngumplek di rumah, ngurus Jiwo, ngurus rumah, ikut cari duit, harus ada ‘vitamin’ tambahan supaya aku tetap waras. Supaya kebahagiaanku tetap pada porosnya. Dengan berpergian tanpa anak dan suami, nyatanya bikin aku lebih hepi nyuci baju. Enggak merengut liat setrikaan se-Everest banyaknya. Enggak gampang mengeluh dengan pekerjaan rumah tangga yang bikin capeknya amit-amit.
Lagian, setiap pergi sendirian, suami dan anakku tetap bahagia. Sebelum pergi, aku selalu memastikan makan mereka terjamin. Minimal ayam ungkep tersedia di kulkas, jadi tinggal sreng. Jiwo apalagi, dia malah seneng buanget emaknya gak ada di rumah, karena kalau sama mbah pengasuh, dia bisa makan apapun sesuka-sukanya. Tinggal ngek dikit, pasti si mbah langsung sregep beliin atau masakin. Aku juga gak pernah menuntut rumah bersih dan cucian beres kalau aku tinggal. Mereka bebas berantakin rumah, dan ngotorin baju trus tumpuk aja gitu di ember. Bebas.
Jauh dari rumah juga gak bikin aku lantas mendadak jomblo. Maaf nih mblo, eyke pantang disama-samain sama kalean. Sekalipun lagi hura-hura di luar sana, aku tetep mikirin Jiwo dan bapaknya di rumah. Whatsapp-an setiap hari, telfon setiap mau tidur, atau sesimpel ngepoin instagram suami. Kalau dia masih posting foto mobil-mobilan atau suasana pagi di tengah hutan, oh ya berarti masih bahagia. Bhahahaha
Jauh dari rumah juga gak bikin aku lantas mendadak jomblo. Maaf nih mblo, eyke pantang disama-samain sama kalean. Sekalipun lagi hura-hura di luar sana, aku tetep mikirin Jiwo dan bapaknya di rumah. Whatsapp-an setiap hari, telfon setiap mau tidur, atau sesimpel ngepoin instagram suami. Kalau dia masih posting foto mobil-mobilan atau suasana pagi di tengah hutan, oh ya berarti masih bahagia. Bhahahaha

Enggak takut kehabisan pulsa atau kuota, kan bisa beli pulsa online di Tokopedia. Walaupun di ujung dunia, tetep bisa order. Jadi kalau kira-kira paket internetku udah mau abis, langsung deh buka aplikasi Tokopedia. Order dan cling! Hitungan detik pulsaku banyak lagi. Bisa nelepon rumah lagi, bisa Whatsapp-an lagi, bisa ngepoin mobil-mobilan di instagram mas bojo lagi, yang pasti bisa bikin liburan enggak mumeti karena hal sepele.
Ya kalau lagi jalan-jalan kan, kita gak tau dimana tukang pulsa terdekat. Manfaatin aja lah hal-hal kekinian kayak pulsa online gitu. Harganya sama, kok! Bedanya cuma kalau beli online, gak dapet kesempatan ketemu mas-mas konter yang gemas-gemas minta dijawil. Mas bojo plis jangan baca paragraf ini.
**
Akhirnya berpergian dan nyinyiran orang, jadi kombinasi yang punya keseruan tersendiri. Mereka mungkin enggak maksud nyinyir, tapi khawatir aja sama Jiwo karena sayang. Mereka mungkin gak niat nyakitin hatiku, tapi cuma sirik aja liat aku jalan-jalan gratisan mulu. HAHAHAHA *kibas poni* *poni selena gomez* *selena gomez belah tengah bhay*
Jadi rasanya aku malah hutang terimakasih sama mereka kaum-kaum nyinyir. Terutama si pencipta hestek #JiwoTerlantar. Berkat mulut comberan mereka, aku jadi lebih dewasa menghadapi kehidupan sebagai ibu-ibu. Ternyata jadi mamah ya begini ini, banyak dramanya tapi nikmat tiada tara. Berkat mereka juga, sekarang aku jadi lebih sering komunikasi sama keluarga kalau lagi pergi sendiri. Semacam pengin membuktikan bahwa nyinyiran mereka salah besar. Aku pergi, aku bahagia, keluargaku di rumah juga bahagia.
Mereka, walaupun sekali lagi mulutnye sampah bener, mengingatkan aku bahwa anak dan suami menunggu di rumah. Pergi dengan hati-hati, bersenang-senang tapi ingat rumah, pulang dan berbahagialah.
Purwokerto, Agustus dan bersiap untuk ke luar pulau lagi bulan depan, 2016
Terimakasih ya, kalian. Ini aku beneran lho terimakasihnya, karena semakin diomongin negatif, rejeki jalan-jalan gratisku ternyata makin melimpah. Kalian jangan cuci mulut ya, nanti aku sepi job. Muahahahaha tengsbhay.
Comments
Post a Comment