Waktu bloggercamp Purwokerto kemarin, ada pertanyaan menarik dari salah satu peserta.
"Kesempatan untuk blogger, sekarang bertaburan di ibukota. Gimana caranya kami yang di daerah dapat kesempatan yang sama?"
Mbak @nevanov, mewakili sebuah agency, menjawab.
"Gimana kami mau mendengar kalau kalian gak ada suaranya? Gimana kami bisa lihat kalau kalian gak pernah muncul?"
Lalu kami dibuat melek, kalau bloggercamp hari itu adalah salah satu bukti bahwa kami sebenarnya 'didengar'. Siapa sangka Purwokerto bisa jadi salah satu tuan rumah acara blogger skala besar? Bersandingan dengan 3 kota besar seperti Surabaya, Jakarta dan Makassar. Suara-suara yang kita tulis, di daerah, menguarkan kalau kita ada dan punya kesempatan yang sama dengan blogger-blogger ibukota.
Satu hari temenku pernah melempar pertanyaan sejenis, katanya kenapa aku bisa dapat banyak kesempatan dari blog. Padahal, katanya lagi, aku ini blogger kampung. Dari pelosok Purwokerto. Harusnya enggak dikenal siapa-siapa, apalagi mulutnya gak kenal bangku sekolahan, harusnya mendem aja dalem-dalem di Purwokerto. Asyem! Minta banget dilolohin sendal jepit.
Ya aku jawab lah dengan tengil tengil elegan, jaman internet begini, masa iya kesempatan bagus masih cuma punya anak-anak ibukota? Jaman dimana buka facebook lebih cepet daripada bersin, bales komen lebih sregep dari angkat telpon, bahkan aktifis-aktifis LDR sudah bisa tatap muka kapanpun mereka mau.
Rasanya sia-sia kalau jaman udah semaju ini, kita masih begini-begini aja. Masih terjebak di lingkaran yang itu-itu saja dan menyesali hidup jauh darimana-mana. Mentang-mentang gak tinggal di Jakarta trus merasa gak punya kesempatan apa-apa? Ayolah, bangun! Jarak tempat yang kamu bilang pelosok itu dengan Jakarta, cuma sejauh jarak mata dan layar yang kamu pantengin setiap hari. Gak sampai 15 centi. Kamu dan kesempatan-kesempatan bagus berada sedekat itu. Sedekat itu.
![]() |
Menjadi bagian dari World Travel Writer Gathering 2015 di kaki Gunung Rinjani, karena blog :) |
![]() |
Menghadiri kopdar blogger ter-akbar di Malaysia, karena blog :) |
Kesempatan emas dimulai dari tempat aku duduk, berdiri, nungging, kayang, ngesot, nyungsep, sekarang. Hari baik berawal dari apa-apa yang aku kejar. Kalau kata suamiku, jadilah jiwa lokal dengan daya global. Bocah Purwokerto yang lantang dan berani terus ke depan.
Hingga hari-hari baik itu datang, aku akhirnya sampai pada kesempatan-kesempatan yang dulu aku inginkan dan doakan. Lalu dengan bangga aku bisa bilang: aku ini dari desa, rumahku tujuh jam dari ibukota.
Hingga hari-hari baik itu datang, aku akhirnya sampai pada kesempatan-kesempatan yang dulu aku inginkan dan doakan. Lalu dengan bangga aku bisa bilang: aku ini dari desa, rumahku tujuh jam dari ibukota.
Sejak itu aku terus belajar dan mengejar. Belajar 'taste' anak-anak ibukota dan berusaha memahaminya, belajar bagaimana blogger-blogger besar 'bekerja' dan pelan-pelan mempraktekannya, belajar lebih dalam bahwa mereka yang jadi seleb bukan perkara cling! trus ketiban keberuntungan, belajar untuk memperlakukan blog lebih profesional, lebih greget, lebih yuuuwh. Belajar, belajar, belajar melampaui.
Berhenti mengeluh. Berhenti mengeluh. Jarak adalah nihil kalau kita gigih dan lantang. Kesempatan, biarpun tak berwujud, tapi mampu mendengar. Waktu untuk mengeluh yang sia-sia sangat bisa dialihkan untuk belajar dan 'bekerja'. Satu lagi, setop nyinyir. Nyinyir will bring us nothing but hatred. Nyinyir adalah buang-buang waktu sembari menjatuhkan diri paling jatuh. Mending gosip, cuma kita sama lawan main dan orang lain enggak tau. EH APA BEDANYA, GILA? HAHAHAHAHA
Purwokerto, serius bener sik, february 2016
Terimakasih, mbak Nevanov atas kalimatnya. Tetaplah cihuy dan cakeb. Uhuy!
Comments
Post a Comment