Tawa staf Dinas Pariwisata kepulauan Selayar meledak saat aku melontarkan pertanyaan "Di Selayar, ada jalan raya?". Ibu berkerudung biru yang sampai sekarang aku lupa namanya (maap ya buuuu), sambil terkekeh bilang ke teman yang duduk di sebelahnya.
"Mbak Pungky ini tanya, ada jalan poros di Selayar?"
Aku menunggu jawaban dengan setia, teman disebelahnya-yang juga staf Dinpar Kepulauan Selayar-bukannya menjawab, malah ikut tertawa geli. Aku emang lucu banget, bu, semua juga tau. Tapi mbok ya dijawab dulu, baru ketawa lagi. Tak berselang lama, mobil kami merapat di tepi landasan pesawat, dekat bandara Aroeppala.
"Ayo mbak turun.."
"Ngapain kita di landasan pesawat?"
"Lho katanya mbak Pungky nanya jalan poros di Selayar.."
"Ha ... ?"
***
Aku bisa sampai ke Selayar adalah karena undangan dari dinas pariwisata setempat. Semuanya berawal dari buah sillaturrahmi yang gak pernah aku duga.
Hari pertama, kami dibawa mengelilingi pulau Selayar dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Semuanya menarik, sangat menarik. Tapi yang paling sukses menyorot perhatianku adalah kesederhanaan pulau maha-seksi ini.
Mobil kami berhenti di jalan yang hanya seukuran satu mobil, diapit pemukiman warga dengan bangunan tinggi-tinggi khas Sulawesi Selatan. Ibu berkerudung biru yang sampai sekarang aku masih lupa namanya, bilang kalau kami akan mengunjungi sebuah museum. Mana museumnya? Sebelah kanan kami adalah rumah warga, sebelah kiri sekolah, dan depan kami semacam bangunan kecil mirip posyandu desa.
Seorang nenek menghampiri kami, tersenyum dan menuju pintu bangunan kecil mirip posyandu. Memakai kain jarit dan tanpa alas kaki. Dalam diam, dia mengambil kunci dari selipan jaritnya, membuka pintu bangunan kecil mirip posyandu lalu berbalik badan. Tersenyum pada kami untuk kedua kalinya.
"Mari mbak.. Silakan masuk.."
Ibu berkerudung biru yang sampai paragraf ke-enam ini masih lupa namanya, mengembangkan satu tangannya. Mempersilakan aku masuk.
"Ini tempat apa? Katanya kita mau ke museum?"
"Ini museumnya.. Di dalam ada meriam kuno dan jangkar raksasa. Silakan.."
"Ha ... ?"
Dengan pose mangap takjub tapi cantik, aku masuk ke dalam. Beneran lho, semacam bangunan kecil mirip posyandu ini ternyata museumnya! Hanya ada lima pajangan di dalam sini, dua jangkar raksasa dan tiga meriam kuno. Soal museum ini akan aku bahas di lain cerita. Selesai mengambil gambar di dalam, aku menuju teras dan memperhatikan lingkungan sekitar museum. Beberapa warga berdiri di depan rumahnya, 'menonton' kami. Aku mengangkat kamera dan mengangguk senyum kepada salah satu dari mereka. Maksud hati mau ambil potrait, apa daya malah nyengir trus tutup muka dan masuk ke rumah. Ya nasib.
Selesai mengeksplorasi museum, kami menuju destinasi lain. Di tengah perjalanan, mobil tiba-tiba berhenti di tengah landasan pesawat dan kami diminta turun. Pemberhentian ini adalah jawaban atas pertanyaanku. Terjawab sudah, inilah dia satu-satu jalan raya di pulau Selayar, landasan pesawat terbang.
Di Jawa, kita mungkin biasa menyeberangi lintasan kereta api. Di Selayar, lebih keren dan uhuy, nyeberang lintasan pesawat. Kata mas Adie, salah satu anggota rombongan, mungkin kalau kita lagi nyeberang dan ada pesawat, pesawatnya yang nge-rem. Hahahahaha
Eh serius, gimana kalau ada pesawat? Santai, penerbangan di Selayar cuma ada tiga kali seminggu. Jadi datang dan perginya pesawat menjadi salah satu momen istimewa di pulau ini, ada peringatan khusus di sepanjang landasan dan warga Selayar sendiri sudah hapal. Yakali narsis-narsis bareng pesawat lepas landas, dikata ripleys believe it or not.
Purwokerto, 12 Januari banyak nyamuk, 2015
Pulau Selayar memberikan aroma tersendiri buatku, perpaduan antara seru, seksi, dan sederhana. Kearifan Indonesia yang hangat sekaligus menyenangkan.
Comments
Post a Comment