Kamu percaya kalau sillaturahmi adalah bagian dari rejeki? Aku, sangat percaya dan baru saja membuktikannya. Ternyata punya banyak teman adalah tabungan, dan menjalin hubungan baik dengan mereka adalah harta. Kombinasi keduanya, dapat menjadikanmu orang kaya yang memperjelas kalau bukan hanya uang yang sanggup membeli segalanya. Pertemananku dengan mbak Icus, membawaku pergi ke Sulawesi Selatan, gratis.
"Mbak, ada yang mau ke Selayar hari selasa?"
Begitulah sekalimat pesan yang mendarat ke grup wasap kami, sekumpulan ibu-ibu blogger tukang gosip tukang bully tukang nyinyir tukang rebutan hadiah, yang menjalani dua tahun bersama dalam sebuah kotakan aplikasi berbalas pesan.
"Hajar puuung!"
"Tuh pung, berangkat.."
"Selayar pung.."
Dua puluh dua perempuan dalam satu grup, tapi yang mereka sebut adalah namaku. Dalam grup kami memang seperti ada template-nya, rejeki akan kami bagi rata sesuai bidang masing-masing. Nah, kebetulan, kalau soal jalan-jalan gratis, namaku dan nama mbak Noe yang melekat di kepala mereka. Jadi tiap ada kesempatan plesir, aku dan mbak Noe selalu menjadi nama yang digadang-gadang untuk maju. Dan kebanyakan berhasil.
Usut punya usut, ternyata perjalanan gratis ke Selayar itu sebelumnya adalah kabar dari Kak Ollie (@salsabeela), yang sebelumnya lagi dari Mas Adie, yang sebelumnya lagi dari Pemda Kepulauan Selayar. Dan setelah estafet melewati empat orang, rejeki itu ternyata beralamat rumahku. Mengetuk pintuku. Alhamdulillah.
Gak gampang, karena kabar itu hari sabtu dan keberangkatan hari selasa. Melakukan perjalanan Purwokerto - Selayar sendirian dengan persiapan singkat, bukan hal sepele buat aku. Anak gadis nyebrang pulau tanpa teman, kalau diculik kolor ijo gimana?
Gadis dari hongkong..
Tapi ya begitulah aku, kesempatan melihat indahnya Selayar tanpa biaya, belum tentu mengetuk pintu semua orang. Kesempatan yang gak pasti datang dua kali, adalah alasan klise yang selalu berhasil bikin aku nekat. Berangkat dari Purwokerto jam 11 pagi, sampai Selayar jam 9 pagi besoknya. Dua puluh satu jam, sendirian, Purwokerto - Yogya - Surabaya - Makassar - Selayar. Sempat delay pula berjam-jam, sempat terdampar di Surabaya, tidur-makan-numpang pup di bandara. Tapi tekad dan nekat membuatku sampai.
Kamu percaya kalau sillaturahmi adalah bagian dari rejeki? Aku, sangat percaya dan baru saja membuktikannya. Perjalanan 21 jam ku gak akan lancar tanpa bantuan mbak Noe, travel blogger yang tengah malem mau meladeni seabrek pertanyaanku tentang Selayar. Transitku selama 5 jam di Yogya akan terasa sulit tanpa bantuan mas Marsudi, teman yang kenal di facebook, baru kemarin pertama ketemu, tapi dia rela antar jemput aku dari stasiun ke bandara. Lengkap dengan traktir makanan enak di Yogya hihihiw. Pengalaman pertamaku ke Sulawesi gak akan tenang tanpa mak Vita Masli, seorang teman blogger yang belum pernah ketemu, tapi beliau setia menjawab semua pertanyaanku tentang Sulawesi Selatan, dan siap membantu kapanpun aku butuh pertolongan.
Dan ketukan pintu dari Selayar, gak akan sampai dengan selamat ke depan rumahku tanpa mbak Icus, kak Ollie, dan Mas Adie. Tanpa suami dan anakku yang selalu setuju ketika aku meminta restu untuk pergi sejauh apapun itu.
Sebuah pagi, 22 Desember 2015, sillaturahmi berhasil membawaku sampai ke Selayar, negeri bahari di ujung selatan Sulawesi. Terimakasih semuanya.. Terimakasih Gusti.. Terimakasih diri sendiri.
Purwokerto, 30 Desember 2015
Seperti sekotak nasi berkat dari tetangga, ketukan itu tak pernah kita tunggu, tapi buah sillaturahmi akan mendatangkannya ke depan pintu, tepat waktu.
Comments
Post a Comment